5 Cara Efektif Melakukan Riset Pasar

Sering kali saya bertemu stakeholder usaha kecil yang beranggapan riset pasar itu mahal. Ini adalah kesalahan fundamental yang saya lihat berulang kali dan saya selalu katakan pola pikir itu membuat mereka kehilangan pelanggan.

Biaya tidak melakukan riset jauh lebih mahal daripada melakukannya. Biaya itu adalah biaya peluang ditambah biaya produksi barang yang tidak laku serta biaya marketing yang salah sasaran.

Bagi UKM riset pasar adalah tentang mengurangi risiko kegagalan dan bukan sekadar buang-buang uang. Saya tidak akan bicara teori akademis yang rumit tetapi saya akan tunjukkan cara praktisnya langkah demi langkah berdasarkan pengalaman saya.

Berikut adalah lima metode yang selalu saya gunakan untuk mendapatkan data cepat akurat dan murah.

1. Melakukan Wawancara Mendalam

Saya tidak pernah menyebar 1000 kuesioner umum karena itu membuang waktu dan hasilnya dangkal. Saya lebih memilih mencari 5 sampai 8 orang yang tepat untuk diajak bicara secara mendalam.

Cara menemukan mereka adalah dengan meminta klien menyisir database pelanggan lama. Saya juga bisa membuat polling sederhana di Instagram Story lalu yang merespons paling antusias saya hubungi via DM untuk wawancara.

Saya menggunakan Google Forms hanya sebagai alat penyaring awal. Saya akan pilih 5-8 responden terbaik untuk saya telepon via Zoom atau WhatsApp.

Dalam wawancara saya tidak bertanya ‘Apakah Anda suka produk A?’ sebab pertanyaan itu akan menghasilkan jawaban bias. Saya selalu bertanya menggunakan format ‘Job to be Done’ (JTBD) yang fokus pada masalah. Pertanyaan saya spesifik seperti ini:

  • “Ceritakan terakhir kali Anda [mencoba menyelesaikan masalah X]?”
  • “Apa yang paling membuat frustrasi saat itu dan kenapa itu frustrasi?”
  • “Solusi apa yang Anda gunakan sekarang serta apa kekurangannya?”
  • “Solusi apa yang sudah pernah Anda coba tapi gagal?”
  • “Jika Anda punya ‘tongkat ajaib’ solusi ideal Anda seperti apa?”

Saya tidak hanya mendengar apa yang mereka katakan tetapi saya juga mendengarkan nada suara mereka. Di bagian mana mereka terdengar paling kesal? Di situlah letak peluang emas. Wawancara ini adalah cara saya memvalidasi ide bisnis tercepat.

Setelah 5 wawancara saya fokus mencari pola jawaban yang berulang. Pola inilah yang saya jadikan dasar pengambilan keputusan.

2. Mengamati Kompetitor Digital

Aktivitas ini melampaui analisis kompetitor biasa. Banyak yang berhenti di ‘cek harga’ padahal itu baru level permukaan. Saya melakukan apa yang saya sebut ‘intelijen komentar’.

Saya membuka Tokopedia Shopee Google Maps atau bahkan App Store jika relevan. Saya tidak membaca ulasan bintang 5 karena itu seringkali bias. Saya langsung filter dan membaca ulasan bintang 1 bintang 2 dan bintang 3.

Saya mencari kata kunci keluhan yang berulang. Saya screenshot dan kumpulkan. Apakah itu ‘admin lambat’ atau ‘packing rusak’ atau ‘produk tidak sesuai foto’ atau ‘aplikasi crash’? Itulah celah pasar Anda.

Lalu saya buka media sosial mereka seperti Instagram atau TikTok. Saya lihat pertanyaan apa di kolom komentar yang tidak dijawab atau dijawab seadanya oleh admin mereka. Itu adalah kebutuhan pasar yang terabaikan.

Saya kumpulkan semua ini dalam satu file Excel sederhana. Saya buat tiga kolom: Nama Kompetitor lalu Kelemahan Operasional (dari ulasan) dan Kebutuhan Tak Terjawab (dari komentar). Ini adalah peta jalan untuk membuat layanan Anda lebih unggul.

3. Memanfaatkan Data Gratis

Saya selalu memanfaatkan data yang sudah ada sebelum membuat data baru. Saya tidak menghabiskan berhari-hari untuk ini. Saya hanya butuh satu jam untuk mendapatkan gambaran besar.

Saya membuka Google Trends. Saya masukkan 5 kata kunci terkait produk saya. Saya melihat trennya apakah naik turun atau musiman? Saya juga melihat ‘Related Queries’ atau ‘Top Queries’ di bagian bawah.

Data ini memberi saya bahasa yang sebenarnya digunakan pelanggan. Seringkali klien saya menyebut produknya ‘Solusi Manajemen Aset Terintegrasi’ padahal pelanggan hanya mencari ‘Aplikasi Stok Barang Murah’. Saya harus menggunakan bahasa pelanggan.

Saya juga menggunakan Google Keyword Planner yang gratis via akun Google Ads. Saya mencari volume pencarian bulanan. Saya tidak hanya mengincar kata kunci bervolume tinggi tetapi saya mencari ‘long-tail keyword’. Frasa yang lebih panjang dan spesifik itu menunjukkan niat membeli yang kuat.

Saya juga sering mengetik pertanyaan di Google Search dan melihat boks ‘Orang juga bertanya’. Ini adalah harta karun untuk ide konten sekaligus untuk memahami kebingungan pasar.

4. Melakukan Observasi Langsung

Metode ini sangat saya sukai. Saya menugaskan klien saya atau saya lakukan sendiri untuk ‘Menjadi Pelanggan Bodoh’. Saya pura-pura tidak tahu apa-apa lalu mencoba membeli produk pesaing.

Saya mencatat setiap langkah dalam customer journey mereka. Berapa kali saya harus klik dari homepage sampai checkout? Berapa lama admin merespons chat pertama? Apakah proses checkout-nya membingungkan?

Saya membuat catatan waktu atau timeline. Misalnya: Jam 10:00 Chat. Jam 10:30 baru dibaca. Jam 11:00 baru dibalas. Saya menemukan pain point di setiap keterlambatan atau langkah yang rumit.

Saya juga masuk ke grup Facebook atau komunitas yang relevan seperti Kaskus atau sub-Reddit lokal. Saya tidak pernah spamming atau promosi. Saya gunakan fitur pencarian grup.

Saya ketik kata kunci masalah misalnya ‘susah cari [X]’ atau ‘rekomendasi [Y] terbaik’ atau ‘ada yang pernah pakai [Z]?’. Saya membaca keluhan mereka perdebatan mereka dan solusi ‘akal-akalan’ yang mereka gunakan.

5. Menguji Pasar Cepat

Ini adalah favorit saya dan bagian terpenting. Saya selalu bilang cara terbaik riset pasar adalah menjual. Jangan buat produknya dulu tetapi buat penawarannya dulu.

Saya membuat satu landing page sederhana. Anda bisa pakai tools gratis seperti Carrd atau Instabio atau bahkan Google Sites. Saya pasang foto produk yang bagus bahkan jika itu mockup atau render 3D.

Saya tulis copywriting penawaran yang jelas: ini produk apa lalu menyelesaikan masalah apa dan harganya berapa. Kemudian saya pasang tombol ‘Pesan Sekarang’ atau ‘Masuk Daftar Tunggu’.

Lalu saya jalankan iklan Instagram atau Facebook Ads dengan audiens spesifik. Anggarannya kecil saja sekitar Rp 50.000 per hari selama 3-5 hari. Saya tidak melihat ‘Likes’ atau ‘Followers’.

Saya hanya melihat satu data: Berapa orang yang klik (CTR) dan berapa orang yang benar-benar mengisi formulir (Conversion Rate). Jika dari 1000 orang yang lihat iklan tidak ada 1 pun yang klik maka saya tahu penawaran saya gagal bukan produknya.

Data ini jauh lebih murah daripada telanjur produksi 1000 unit barang yang tidak laku. Ini adalah validasi pasar paling jujur.

Kesimpulan

Saya perlu menekankan bahwa riset UKM bukanlah proyek satu kali selesai. Ini adalah siklus berkelanjutan. Saya menyebutnya siklus: Dengar lalu Uji kemudian Ukur lalu Perbaiki dan Ulangi.

Lima metode saya ini tidak memerlukan anggaran besar. Data dari 5 wawancara mendalam atau 3 hari iklan jauh lebih berharga daripada 6 bulan menganalisis pasar tanpa bertindak.

Keberanian bertindak cepat berdasarkan data adalah pembeda UKM yang sukses dan yang gagal.

Author

  • Foto Ryanda Agung Widyanata

    Founder of ryandaaw.com & SatuSEO | Digital Marketing Expert with 10+ Years of Experience, Focused on Lead Generation

    View all posts
Paling sering dibaca: